Menu

×

Mini Cart

Cart

×

Sekalipun dengan banyaknya harta, dimungkinkan bisa menjebak kita ke dalam kelalaian ibadah kepada Allah, namun kemiskinan dapat lebih parah dari itu. Tidak sedikit, karena kekurangan harta, banyak yang terjerumus ke jurang kekufuran dan kemusyrikan. Benar apa yang disabdakan Rasulullah saw, “Hampir saja kefakiran akan menjadi kekufuran….” (HR. Anas bin Malik)

Seorang muslim, sejatinya harus memiliki cita-cita terbaik, yaitu hidup kaya dan bahagia di dunia maupun akhirat. Islam tidak pernah melarang umatnya hidup kaya raya. Dalam beberapa ayat dan hadits Rasulullah saw, kita ditekankan agar senantiasa bekerja dan mencari rezeki Allah. Bahkan, dalam satu hadits kita diperintahkan untuk bekerja seolah-olah kita akan hidup selamanya.

Pun demikian, setiap amal memiliki aturan dan keutamaan masing-masing. Semuanya akan kembali kepada setiap pelakunya. Dari sinilah perlunya pengetahuan, baik seputar rezeki, amal ibadah, muamalah, maupun sunah nabi dan jejak orang-orang shaleh dan kaya agar kita tidak salah langkah. Seorang muslim sejati akan mendapatkan harta dan membelanjakannya sesuai tuntunan Allah dan Rasulullah saw.

Jika demikian, apa saja yang mesti kita lakukan untuk menjemput kekayaan dan kebahagiaan dunia akhirat? Apakah Rasulullah sendiri seorang yang kaya? Hal inilah bagian dari yang akan dijelaskan oleh Asep Dudi dan Yana Suryana di dalam buku “Muslim Kaya, Pintu Surga Terbuka” terbitan RuangKata. Buku ini akan memberikan panduan yang seimbang untuk Anda dalam meraih kekayaan dan kebahagiaan dunia tanpa meninggalkan kebahagiaan akhirat yang kekal.

Penulis memulainya dengan pertanyaan, kenapa rezeki wajib dicari? Selanjutnya dibahas bahwa sumber segala rezeki itu dari Allah SWT, perbedaan perolehan rezeki, cara mukmin memperlakukan rezeki, menangani masalah utang, jejak-jejak orang saleh yang kaya, bagaimana sikap kita jika berada dalam kemiskinan, peringatan kepada orang kaya, dan lain sebagainya.

 

Namun, yang jadi masalah ialah tentang pergeseran dikotomi ilmu sehingga terjadi pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum, antara kehidupan dunia dan akhirat. Praktisi dan lembaga pendidikan telah menciptakan cara pandang yang salah terhadap kemajuan bangsa. Di antaranya dengan mengukur kemajuan semata-mata dimaknai sebagai kemajuan dalam sisi materi, khususnya dalam ekonomi, sains, dan teknologi. Mereka telah membuang sisi penting dari sebuah peradaban manusia, yaitu nilai agama dan akhlak. Salah satunya akibat dari bias peradaban dunia Barat sebagai menara sekularisasi dunia.

Pendidikan kini lebih mengarah ke target-target ekonomi. Nyaris semua perguruan tinggi menunjukkan pola yang sama, yaitu menjanjikan kemudahan mendapat kerja setelah lulus nanti. Untuk mencapai itu, kurikulum pun dibuat dengan dominasi program pengembangan potensi intelektual dan ketrampilan saja. Sementara itu, pendidikan yang membina kepribadian atau karakter mahasiswa malah terabaikan. Akibatnya, sistem pendidikan materialistis ini tidak mampu mencetak manusia seutuhnya, karena nilainya telah dikerdilkan.

Manusia dididik hanya untuk menjadi pekerja dalam industri, perdagangan, atau pemerintahan. Padahal dalam diri manusia juga terdapat potensi luhur yang perlu dibina, seperti kesalehan, keyakinan, keberanian, amanah, kasih sayang, kejujuran, kepahlawanan, kerendahan hati, kedermawanan, kepedulian, kegigihan, ikhlas, serta kesabaran. Jika nilai-nilai ini tidak ditanamkan, yang akan tumbuh adalah nilai-nilai kebalikannya yang dapat merusak, seperti serakah, sombong, tidak punya kepedulian, pemalas tapi ingin besar, kikir, curang, khianat, pengecut, penipu, dan suka menindas.

Apabila orang seperti itu memiliki ketrampilan dan pengetahuan tinggi, ada kemungkinan mereka akan menggunakannya untuk melakukan kejahatan. Jabatan yang seharusnya untuk berbakti untuk kepentingan orang banyak, justru digunakan secara tidak adil demi kepentingannya sendiri. Buktinya, banyak kasus terjadi adanya penegak hukum yang semestinya harus menegakkan hukum ternyata harus dihukum, para pendidik yang semestinya mendidik malah harus dididik, para pejabat yang mestinya melayani masyarakat malah korupsi, para wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan nasib rakyat malah berkhianat, siswa sekolah dan mahasiswa sebagai calon pemimpin masyarakat malah tawuran, dan lain sebagainya.

Jika memang sudah demikian, adakah solusinya? Di sinilah perlunya rekonstruksi pendidikan yang seimbang, baik, dan benar sesuai fitrah manusia melalui tuntunan Allah SWT dan Rasulullah saw. Yakni sebagaimana yang akan dibahas oleh Dr. Wendi Zarman di dalam buku “Inilah! Wasiat Nabi bagi Para Penuntut Ilmu”. Beliau akan mengurai semua problematika manusia dalam bingkai ilmu yang tidak tepat dalam memahami dan menerapkannya. Dalam sorotan penulis, manusia telah terjebak oleh intelektualitasnya sendiri yang didorong hawa nafsu sehingga menciptakan manusia dan peradabannya yang tidak manusiawi dan jauh dari nilai-nilai ilahiyah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah.

Buku ini merupakan buku kedua penulis yang diterbitkan RuangKata. Penulis akan mengurai seluk-beluk ilmu, seperti apa arti ilmu, keutamaan ilmu, tujuan menuntut ilmu, cara memperoleh ilmu, tingkatan ilmu, adab menuntut ilmu, kekeliruan mengenai ilmu, hubungan ilmu dan kehidupan, pengembangan ilmu Islami, memaknai ilmu menurut cara pandang Islam, teladan ulama dalam menuntut ilmu, dan lain sebagainya.

Buku ini sangat penting dibaca oleh para pelajar, guru, akademisi, orangtua, dan umat Islam pada umumnya untuk mendapatkan cara pandang yang lurus tentang ilmu. Pasalnya, dunia Islam sedang dibelokkan oleh peradaban barat sehingga cenderung hampir tersesat. Singkatnya, jika kita peduli terhadap nasib umat Islam, buku ini akan sangat membantu Anda untuk menemukan jalan ilmu yang benar menurut Islam tanpa membuang aspek kemajuan zaman di bidang ekonomi, sains, teknologi, dan lain-lain.

 

 

Jalan ini harus dilalui dengan belajar kepada orang yang telah sukses lebih dahulu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka yang telah mengerti metode dan caranya, baik berdasarkan pengalaman maupun ilmu yang mereka dapatkan dari sumber yang lain. Metode atau caranya mungkin berbeda-beda dalam meraih kesuksesan mereka. Namun, ada satu hal yang pasti mereka lewati, yaitu melakukannya dengan “sungguh-sungguh”.

Pepatah mengatakan, “Man Jadda Wajada”. Barangsiapa bersungguh-sungguh, pasti akan mendapatkannya (sukses). Inilah mantra ampuh untuk mewujudkan kesuksesan. Ini jalan rahasia yang dimiliki oleh orang sukses mana pun. Jangan pernah membayangkan orang sukses itu jalannya mulus dan mudah menggapainya. Mereka melewatinya dengan kesungguhan berhadapan dengan duri dan rintangan, serta beragam masalah dan kesulitan.

Sebelum meraih sukses, kebanyakan mereka terlebih dahulu merasakan kepahitan, penderitaan, bahkan melawan fitnah dan cacian. Karenanya, mereka juga mungkin mengalami penurunan semangat, tapi dengan penuh kekuatan, mereka bangkit kembali. Mereka pun pernah melakukan kesalahan, tetapi dengan cepat mereka sadar kembali.

Intinya, tidak akan tercapai kesuksesan di dunia ini jika tanpa usaha yang serius. Islam tidak akan tegak kalau tidak ada pendakwah yang sungguh-sungguh. Orangtua tidak akan mampu membesarkan anak kalau tidak bersungguh-sungguh. Rumahtangga tidak akan bahagia jika suami-istri tidak sungguh-sungguh. Murid tidak akan pandai jika guru tidak sungguh-sungguh. Hukum juga tidak akan adil jika para penegak hukum tidak sungguh-sungguh menegakkannya. Negara tidak akan makmur jika para pemimpin tidak sungguh-sungguh. Dan, begitulah seterusnya.

Selanjutnya, apa saja aplikasi dari ‘sungguh-sungguh’ tersebut? Buku Jika Sungguh-sungguh Pasti Berhasil terbitan Ruang Kata ini akan menjelaskannya untuk Anda tentang hakikat sungguh-sungguh dari inti ungkapan, man jadda wa jada. Buku ini akan memformulasikan mekanisme yang tepat dalam meraih kesuksesan hidup di dunia dan akhirat dengan ‘sungguh-sungguh’.

Selain itu, di dalam buku yang ditulis oleh Amirulloh Syarbini, M.Ag dan Sumantri Jamhari, S.Ag ini, Anda akan mendapati kiat-kiat meraih sukses berdasarkan prinsip man jadda wajada dan cara mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari kegiatan bisnis, menuntut ilmu, bekerja, berkepemimpinan, beribadah, hingga berkeluarga.

Penulis juga melengkapinya dengan amalan-amalan ibadah penarik sukses, figur-figur hebat yang meraih sukses setelah menggunakan prinsip man jadda wajada, dan doa-doa meraih kesuksesan. Alhasil, buku ini akan sangat membantu Anda yang sedang berjalan dalam ikhtiarnya menjemput kesuksesan yang diharapkan.

Sign Up Newsletter!

Sign up our newsletter and save 25% off for the next purchase.

Subscribe to our newsletters and don’t miss new arrivals, the latest fashion updates and our promotions